Penulis: admin

  • Gamelan Alat Musik Asli Indonesia

    Gamelan Alat Musik Asli Indonesia

    Gamelan adalah musik ansambel tradisional Jawa dan Bali di Indonesia yang memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem tangga nada (laras) slendro dan pelog. Terdiri dari instrumen musik perkusi yang digunakan pada seni musik karawitan.

    Instrumen yang paling umum digunakan adalah metalofon antara lain gangsa, gender, bonang, gong, saron, slenthem dimainkan oleh wiyaga menggunakan palu (pemukul) dan membranofon berupa gendang yang dimainkan dengan tangan. Juga idiofon berupa kemanak dan metalofon lain adalah beberapa di antara instrumen yang umum digunakan. Instrumen lain termasuk xilofon berupa gambang, aerofon berupa seruling, kordofon berupa rebab, dan kelompok vokal disebut sinden.

    Seperangkat dikelompokkan menjadi dua, yakni gangsa pakurmatan dan gangsa ageng. Gansa pakurmatan dimainkan untuk mengiringi hajad dalem (upacara adat keraton), jumenengan (upacara penobatan raja atau ratu), tingalan dalem (peringatan kenaikan tahta raja atau ratu), grebeg (upacara peristiwa penting), sekaten (upacara peringatan hari lahir Nabi Muhammad). Gangsa ageng dimainkan sebagai pengiring pergelaran seni budaya umumnya dipakai untuk mengiringi beksan (seni tari), wayang (seni pertunjukan), uyon-uyon (upacara adat/hajatan), dan lain-lain.

    Gamelan tersebar di berbagai daerah, seperti di pulau Jawa, Madura, Bali, Kalimantan dan Lombok. Akan tetapi, jenis utama adalah Jawa dan gamelan Bali, asli daerah Jawa dan Bali. Saking pentingnya gamelan sebagai tradisi budaya dunia, maka pada tahun 1977, NASA memasukkan musik Jawa ke dalam satelit Voyager I dan Voyager II. Sedangkan yang peredarannya luas dan pelestarian terbanyak adalah Reog dari Ponorogo. Jawa merupakan alat musik tertua di dunia.

    Sejak 2021, seluruh instrumen secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai salah satu Mahakarya Warisan Budaya Lisan dan Takbenda yang berasal dari Indonesia

    Terminologi

    Kata gamelan berasal dari bahasa Jawa gamêl yang berarti ‘memukul’ atau ‘menabuh’, dapat merujuk pada jenis palu yang digunakan untuk memukul instrumen, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda.Istilah karawitan mengacu pada musik gamelan klasik dan praktik pertunjukan, dan berasal dari kata rawit, yang berarti ‘rumit’ atau ‘dikerjakan dengan baik’.Kata ini berasal dari kata bahasa Jawa yang berakar dari bahasa Sanskerta, ‘rawit’, yang mengacu pada rasa kehalusan dan keanggunan yang diidealkan dalam musik Jawa. Kata lain dari akar kata ini, pangrawit, berarti seseorang dengan pengertian demikian, dan digunakan sebagai penghargaan ketika mendiskusikan musisi yang terhormat. Bahasa Jawa halus (krama) untuk ‘gamelan’ adalah gangsa, dibentuk dari kata tiga dan sedasa (tiga dan sepuluh) merujuk pada elemen pembuat berupa perpaduan tiga bagian tembaga dan sepuluh bagian timah. Perpaduan tersebut menghasilkan perunggu, yang dianggap sebagai bahan baku terbaik untuk membuat gamelan

    Sejarah

    Keberadaan gamelan mendahului proses transisi budaya Hindu-Buddha yang mendominasi Nusantara, dalam catatan-catatan awalnya dan dengan demikian mewakili bentuk kesenian asli Indonesia.

    Dalam mitologi Jawa, gamelan yang awalnya bernama Lokananta tidak berwujud yang berbunyi di awang awang (angkasa udara) diciptakan oleh Batara Guru pada Tahun 167 Saka (atau 230 M), raja dewa yang memerintah sebagai raja seluruh alam semesta jagat raya dari sebuah Kahyangan istana di Wukir Mahendra Giri di Medang Kamulan (sekarang Gunung Lawu). Batara Guru memerintah Batara Indra Surapati menciptakan gamelan yang berwujud tiruan gamelan lokananta yang tidak berwujud yaitu gong, kethuk, kenong, gong, rebab, sebagai sinyal untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih kompleks, kemudian ia menciptakan dua gong lainnya, sehingga membentuk set utuh.

    Gambar paling awal dari himpunan alat musik (musik ansambel) ditemukan di relief dinding candi Borobudur dibangun abad ke-8 oleh Arsitek Candi Borobudur yaitu Gunadharma pada masa wangsa syailendra dari kerajaan Mataram Kuno di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Relief tersebut menampilkan sejumlah alat musik termasuk suling, lonceng, kendang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik dawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Bagaimanapun, relief tentang himpunan alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula .

    Kerajaan Bantarangin di Wengker (sekarang Ponorogo, Jawa Timur) membuat yang merupakan syarat sayembara dari kerajaan Daha abad 11, isi sayembara adalah membuat alat musik dan hiburan kesenian yang belum pernah ada di dunia. Meski sudah pernah ada, tetapi yang dibuat oleh wengker menghasilkan musik yang berbeda dari pada umumnya, yang kemudian dikenal dengan Gamelan Reog.

    Instrumen gamelan diperkenalkan menjadi bentuk seperangkat peranti musik lengkap dan berkembang pada zaman Kerajaan Majapahit, dan menyebar ke berbagai daerah seperti Bali, Sunda, dan Lombok. Menurut prasasti dan manuskrip yang bertanggal dari periode Majapahit, kerajaan bahkan memiliki balai seni yang bertugas mengawasi seni pertunjukan, termasuk . Balai seni mengawasi konstruksi alat musik, serta menjadwalkan pentas pertunjukan

    Di Bali, ada beberapa selonding yang sudah ada sejak abad ke-9 pada masa Sri Kesari Warmadewa memerintah. Beberapa kata yang merujuk pada selonding ditemukan dalam beberapa prasasti dan manuskrip Bali kuno. Saat ini, selonding disimpan dan dilestarikan dengan baik di pura-pura kuno di Bali. Dianggap sakral dan digunakan untuk keperluan upacara keagamaan, terutama saat upacara besar diadakan. Selonding merupakan bagian dari kehidupan dan budaya sehari-hari bagi sebagian masyarakat adat di kampung-kampung kuno seperti Bungaya, Bugbug, Seraya, Tenganan Pegringsingan, Timbrah, Asak, Ngis, Bebandem, Besakih, dan Selat di Kabupaten Karangasem.

    Pada proses penetrasi Islam, Sunan Bonang mengubah yang waktu itu sangat kental dengan estetika Hindu, juga memberi nuansa baru. Gubahannya waktu itu memberi nuansa transendental atau wirid yang mendorong kecintaan pada kehidupan, dan menambahkan instrumen bonang pada satu set .

    Dalam kebudayaan wengker atau Ponorogo, Pada abad ke-15 Reog selain digunakan untuk mengiringi kesenian Reog Ponorogo juga digunakan saat latihan bela diri hingga perang, pasukan Ki Ageng Surya Alam dari desa Kutu membunyikan gamelan reog saat sebelum hingga perang berlangsung ketika melawan Majapahit yang berkoalisi dengan Demak saat menyerbu Wengker, alhasil Wengker selalu mendapatkan kemenangannya sebelum pusaka Ki Ageng Surya Alam jatuh ke tangan musuh

    Dalam lingkup keraton di Jawa tertua yang diketahui adalah  Munggang dan Kodok Ngorek, berasal dari abad ke-12. Ini membentuk dasar tempo cepat atau “gaya keras” pada gamelan. Sebaliknya, tempo pelan atau “gaya lembut” berkembang dari tradisi kemanak juga berkaitan dengan tradisi melantunkan geguritan (puisi Jawa), dengan cara yang sering diyakini mirip dengan paduan suara yang menyertai tarian modern bedaya. Pada abad ke-17, gaya keras dan lembut bercampur, dan sebagian besar menjadi variasi pada gaya modern Bali, Jawa, dan Sunda, dihasilkan dari berbagai cara pencampuran unsur-unsur tersebut. Dengan demikian, terlepas dari keragaman gaya yang tampak, banyak konsep, instrumen, dan teknik teoretis yang sama dibagikan di antara gaya-gaya tersebut

    Alat Musik Gamelan

    Gamelan adalah ansambel multi-timbre yang terdiri dari metalofon, idiofon, xilofon, aerofon, kordofon, suara vokal, siter yang dipetik dan membranofon yang dimainkan dengan tangan disebut kendhang, mengontrol tempo dan irama potongan-potongan serta transisi dari satu bagian ke bagian lainnya. Jenis-jenis instrumen dalam bahasa jawa disebut ricikan/waditra. Beberapa waditra yang membentuk gamelan ditunjukkan di bawah ini 

    1. 1 Buah Kendang ageng (Kendang Gending)
    2. 1 Buah Kendang ciblon (Batangan)
    3. 1 Buah Kendang sabet (Kendhang Wayangan)
    4. 1 Buah Kendang ketipung(Ketipung)
    5. 1 Buah Bedug
    6. 1 Set Bende
    7. 2 Buah Bonang Penembung
    8. 2 Buah Bonang Barung (Bonang)
    9. 2 Buah Bonang Penerus
    10. 2 Set Kenong
    11. 2 Set Kethuk
    12. 1 Buah Kempyang
    13. 1 Buah Kemong
    14. 2 Buah Slenthem (Gender Panembung)
    15. 2 Buah Slentho
    16. 2 Buah Cluring
    17. 3 Buah Gender Barung (Gender)
    18. 3 Buah Gender Penerus
    19. 2 Buah Saron Demung (Demung)
    20. 4 Buah Saron Barung (Saron/Saron Ricik)
    21. 2 Buah Saron Peking (Peking/Saron Penerus)
    22. 2 Buah Saron Cacahan
    23. 2 Buah Gong Ageng (Gong Besar)
    24. 2 Buah Gong Suwukan (Gong Siyem)
    25. 1 Buah Gong Beri
    26. 2 Set Kempul
    27. 2 Buah Rebab
    28. 2 Buah Gambang
    29. 2 Buah Gambang Gangsa
    30. 2 Buah Siter
    31. 2 Buah Celempung
    32. 2 Buah Suling (Seruling)
    33. 1 Buah Kecer
    34. 3 Buah Kepyak
    35. 2 Buah Kemanak
    36. 1 Buah Byong (Brong/Gentorag/Klinting)
    37. 1 Buah Rojeh
    38. Sindhen (Waranggana/Swarawati) – Penyanyi Wanita
    39. Gerong (Wiraswara) – Penyanyi Pria

    Penyebaran

    1. Era Kuno (Zaman Hindu Buddha)

    Gamelan bentuk kuno menyebar dari Jawa ke Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Nampak dari bentuk gendang yang lebih kurus dan ukirannya yang masih dipenuhi hewan mitologis. Saat ini yang masih melestarikan bentuk kuno adalah Bali dan Lombok.

    1. Era Demak – Mataram (Zaman Islam)

    Gamelan era Kesultanan Demak mengalami sedikit modifikasi oleh para Wali Songo, diantaranya bentuk gendang yang lebih gemuk dan juga ukiran yang tidak terlalu didominasi hewan mitologis. dengan bentuk ini menyebar ke Sunda, Banjar, Kutai dan Palembang. Jawa berkembang menjadi berbagai sub gaya diantaranya gaya Cirebon, Banyumas, Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timuran dll.

    1. Era Kolonial

    Pada era ini kesenian semakin diperhitungkan. Para saudagar banyak mengoleksi . Kesultanan melayu di Riau, Pahang dan Trengganu juga turut mengoleksi gamelan. Raffles juga turut mengoleksi yang ia jarah dari Keraton Yogyakarta dan Madura. Pada tahun – tahun berikutnya berkesempatan ditampilkan di Paris. Setelah itu banyak komposer – komposer musik barat yang tertarik dengan gamelan.

    1. Era Kini

    Akhirnya gamelan menjadi bagian dari musik dunia. Banyak universitas – universitas di luar Indonesia yang mengajarkan musik gamelan diantaranya[21]:

    • Cambridge University, Inggris
    • University of Minnesota Amerika Serikat
    • Lawrence University, Amerika Serikat
    • University of Michigan, Amerika Serikat
    • Santa Clara University, Amerika Serikat.
    • The University of Sydney, Australia
    • The University of Melbourne, Australia
    • The University of Hawai’i at Mānoa, Amerika Serikat
    • Memorial University of Newfoundland, Kanada
    • Seattle Pacific University, Amerika Serikat
    • The University of Hongkong-Hongkong
    • University of Pittsburgh, Amerika Serikat
    • The University of Manchester, Inggris.
    • University of Waterloo, Kanada
    • University of Maryland, Amerika Serikat

    Ragam

    Jenis-jenis gamelan dibedakan berdasarkan koleksi instrumen dan penggunaan suara, penyetelan tangga nada (laras), repertoar, gaya, dan konteks budaya. Secara umum, tidak ada dua ansambel gamelan yang sama, dan yang muncul di kraton sering dianggap memiliki gaya dan penyetelan sendiri. Gaya tertentu juga dapat dibagikan oleh ansambel terdekat, yang mengarah ke gaya daerah.

    Gamelan Jawa

    Pada Gamelan Jawa terdapat beberapa jenis Gamelan meliputi :

    • Reog Ponorogo, Untuk mengiringi kesenian Reog Ponorogo. ini terdiri dari Kendang Reog, Slompret, Kenong, Gong, Angklung Reog, Ketipung.
    • Jaranan Thek, Untuk mengiringi kesenian kuda Lumping yang saat ini memiliki banyak Jenis kuda Lumping.
    • Keraton Kasunanan Surakarta, untuk mengiringi berbagai tarian dan tradisi di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.
    • Keraton Kasultanan Yogyakarta, untuk mengiringi berbagai tarian dan tradisi di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
    • Wayang, Untuk Mengiringi kesenian Wayang Kulit.
    • Banyuwangi, Untuk Mengiringi berbagai kesenian khas Banyuwangi. Bunyi musik ini menghasilkan suara Jawa keraton, Reog, Jaranan Thek, dan Bali karena mendapatkan pengaruh dari keempat jenis tersebut di banyuwangi.

    Gamelan Sunda

    • Wayah (Tua atau era Majapahit)
    • Bambu (Rindik), mulanya sebuah Angklung Reog yang kemudian dimainkan dengan cara dipukul
    • Madya (Masa Kolonial)
    • Anyar (Baru)

    Gamelan Sasak Lombok

    • Sasak, Untuk mengiringi berbagai kesenian khas suku sasak di Lombok. sasak mendapat pengaruh dari Bali. sehingga bunyi yang dihasilkan sangat mirip dengan Bali.

    Gamelan Madura

    1. Saronen, untuk mengiringi kesenian khas Madura. Saronen mendapat pengaruh yang kuat dari Reog Ponorogo, meski begitu nada bunyi yang dihasilkan memiliki ciri khas Madura.

    Gamelan Kutai

    1. Kutai, Untuk mengiringi berbagai tarian di lingkungan Keraton Kutai Kartanegara yang mendapatkan pengaruh Jawa era Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Demak

    Gamelan Banjar

    • Banjar, Untuk Mengiringi berbagai kesenian khas Banjar yang mendapatkan pengaruh Jawa era Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Demak.

    Gamelan Palembang

    • Palembang, Kerajaan Palembang dibangun oleh para bangsawan dari Demak. Seiring dengan itu budaya jawa masuk ke keraton Palembang termasuk. ini biasa digunakan untuk mengiringi wayang kulit dan berbagai kesenian khas Palembang.

    Gamelan Melayu

    • Melayu Riau
    • Melayu Semenanjung (Malaysia), Gamelan Melayu baru ada pada zaman kolonial. Secara fisik memiliki bentuk yang sama persis dengan Jawa. Yang membedakan ialah lagu-lagunya dibikin oleh orang Melayu. ini digunakan untuk mengiringi Joget.

    jenis umumnya dikelompokkan berdasarkan geografis, dengan pembagian utama antara gaya yang disukai oleh orang Bali, Jawa, dan Sunda. Orang Madura juga memiliki gaya gamelan sendiri, meskipun tidak lagi digunakan.Gamelan Sunda mempunyai dinamika degung, yang menggunakan subset instrumen gamelan dengan laras pelog tertentu. Gamelan Bali sering dikaitkan dengan keahlian dan perubahan tempo yang cepat dan dinamika gong kebyar. Sasak memiliki kemiripan dengan Gamelan Bali, dengan sedikit ragam yang berbeda. Gamelan Jawa, sebagian besar didominasi oleh kraton-kraton di Jawa, sesuai dengan gayanya masing-masing, dikenal dengan kualitas meditasi yang lebih pelan atau bertempo lambat dan bersifat transendental atau mersudi yang memiliki makna berusaha mencapai sesuatu dengan kesabaran.
    Tempat bermain slot yang asik : PANGLIMA79

  • Angklung alat music yang mendunia

    Angklung alat music yang mendunia

     

    Angklung (Aksara Sunda Baku: ᮃᮀᮊᮣᮥᮀ) adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang berkembang dari masyarakat Sunda. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu yang dipotong ujung-ujungnya menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan atau digoyangkan untuk menghasilkan bunyi.

    Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.Dan pada tanggal 16 November 2022, Mesin pencari terbesar, Google memajang Angklung di halaman depan situs sebagai Google Doodle untuk merayakan Hari Angklung Sedunia

    Asal-usul angklung

    Tidak ada petunjuk akan sejak kapan digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

    Catatan mengenai yang baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu seperti berdasar pada pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (paré) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Badui, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

    Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering berwarna kuning keputihan. Tiap nada dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah tiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

    Di antara fungsi angklung yang dikenal oleh masyarakat Sunda sejak masa kerajaan Sunda adalah sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan . Pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak-anak pada waktu itu

    Selanjutnya, lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana, dan kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama . Demikian pula pada saat pesta panen dan Seren Taun dipersembahkan permainan . Pada penyajian yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong, Dongdang, dan Jampana (usungan pangan) juga sebagainya.

    Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatra. Pada 1908, tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai dengan penyerahan , lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

    Bahkan sejak 1966, Udjo Ngalagena, tokoh yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda, mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas

    Jenis angklung

    Angklung Kanekes

    Angklung di daerah Kanekes (sering disebut orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (di kurulung geun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup dilaksanakan dengan acara yang disebut musingkeun , yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) setelah dipakai.

    Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dendang, Tari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Koko Loyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrungmangu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Acukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Gendong, Celementre, Keupat Eundang, Papacangan, dan Culadi Dendang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Baduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.

    Nama-nama di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.

    Di Kanekes yang berhak membuat adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

    Angklung Reog

    Angklung Reog merupakan alat musik untuk mengiringi Tarian Reog Ponorogo di Jawa Timur. Angklung Reog memiliki khas dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua nada serta bentuk yang lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti angklung umumnya yang berbentuk kubus) dengan hiasan benang rumbai-rumbai warna yang indah.

    Dikisahkan angklung merupakan sebuah senjata dari kerajaan Bantarangin ketika melawan kerajaan Lodaya, ketika kemenangan oleh kerajaan Bantarangin para prajurit gembira tak terkecuali pemegang angklung, karena kekuatan yang luar biasa penguat dari tali tersebut lenggang hingga menghasilkan suara yang khas yaitu klok- klok dan kluk-kluk bila didengar akan merasakan getaran spiritual.

    Dalam sejarahnya Reyog ini digunakan soundtrack pada film: Matahari dan Rembulan (1979) Singa Lodaya (1979), Warok Singo Kobra (1982), Suromenggolo (1991), Tendangan Dari Langit (2011), The Raid 2 (2014)

    Dan penggunaan Reyog pada musik seperti: tahu opo tempe, sumpah palapa, Kuto reog, Resik Endah Omber Girang, dan campursari berbau Ponorogoan.

    Angklung Gong Gumbeng

    Merupakan jenis Reog dari Sambit, Ponorogo. Bentuknya seperti Reyog namun ditata dari kecil hingga yang paling besar dengan berbagai nada, Gong Gumbeng merupakan jenis angklung bernada pertama dan tertua. Seperangkat Gong Gumbeng bernada yang berusia lebih 250 Tahun kini disimpan di Museum Sri Baduga Bandung.

    Angklung Kongkil

    Merupakan jenis Reog dari Bungkal, Ponorogo. Bentuknya seperti Reog dan gong gumbeng bernada, hanya saja dalam penyajiannya kongkil diiringi gamelan logam.

    Angklung Bali

    Angklung Bali memiliki bentuk dan nada yang khas bali yang disebut Rindik dan Jegog Tingklik. Cara memainkan jenis bali ini dengan memukul bambu seperti gamelan. Bali mulanya adalah Angklung Reog dari Ponorogo yang dibawa pejabat Majapahit akhir. yang membedakan keduanya terletak pada nada suara, bila rindik bersuara kecil dan nyaring dimainkan dengan cara duduk dengan ornamen minimalis, sedangkan Jegog Tingklik bersuara besar menggema dimainkan dengan cara berbeda dengan ornamen khas bali.

    Musik angklung bali jenis Jegog Tingklik digunakan soundtrack pada film anime Akira (1988)

    Angklung Banyuwangi

     

    Angklung banyuwangi ini disebut Caruk memiliki bentuk seperti Bali jenis Jegog Tingklik, hanya saja dengan nada budaya Banyuwangi. Caruk mendapatkan pengaruh dari dari Bali karena Banyuwangi pernah dibawah kekuasaan kerajaan Bali.

    Angklung Gubrag

    Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).

    Dalam mitosnya gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

    Angklung Badeng

    Bandeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpanet dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

    Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan bapa, 2 anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.

    Lagu-lagu badeng: Lailahaillah, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh

    Angklung Buncis

    Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

    Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle…, dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.

    Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 ambrug, panempas, 2  pancer, 1 enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan terompet, kecrek, dan gong. buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis diantaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain , kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

    Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan , yang terdiri atas: Buncis (Priangan/Bandung), Badud (Priangan Timur/Ciamis), Bungko (Indramayu), Gubrag (Bogor), Ciusul (Banten), Dog dog Lojor (Sukabumi), Badeng (Malangbong, Garut), dan Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. khas Indonesia ini berasal dari pengembangan  Sunda. Sunda yang bernada lima (slendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Dietje (1908–1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.

    Angklung Padaeng

    Angklung padaeng adalah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna sejak sekitar tahun 1938. Terobosan pada angklung padaeng adalah digunakannya laras nada Diatonik yang sesuai dengan sistem musik barat. Dengan demikian, angklung kini dapat memainkan lagu-lagu internasional, dan juga dapat bermain dalam Ansambel dengan alat musik internasional lainnya.

    Angklung Sarinande

    Angklung sarinande adalah istilah untuk padaeng yang hanya memakai nada bulat saja (tanpa nada kromatis) dengan nada dasar C. Unit kecil sarinande berisi 8  (nada Do Rendah sampai Do Tinggi), sementara sarinande plus berisi 13 (nada Sol Rendah hingga Mi Tinggi).

    Angklung Toel

    Angklung toel diciptakan oleh Kang Yayan Udjo sekitar tahun 2008.Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang dengan beberapa dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk memainkannya, seorang pemain cukup men-toel tersebut, dan  akan bergetar beberapa saat karena adanya karet.

    Angklung Sri-Murni

    Angklung ini merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus diciptakan untuk keperluan robot . Sesuai namanya, satu ini memakai dua atau lebih tabung suara yang nadanya sama, sehingga akan menghasilkan nada murni (mono-tonal). Ini berbeda dengan padaeng yang multitonal. Dengan ide sederhana ini, robot dengan mudah memainkan kombinasi beberapa secara simultan untuk menirukan efek melodi maupun akompanimen.

    Ansambel angklung

    Agar lebih kaya suaranya, sebaiknya dimainkan dengan alat musik lain, membentuk ansambel. Beberapa ansa kalung yang sudah mapan adalah:

    Klasik Padaeng

    Ansambel angklung klasik yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna ini terdiri atas:

    • melodi
    • akompanimen
    • Bas betot

    Kombinasi minimal inilah yang paling populer dan umum dijumpai saat konser maupun lomba paduan angklung.

    Angklung solo

    Angklung solo adalah konfigurasi yang menggantungkan satu unit melodi pada suatu palang sehingga bisa dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka ada dua jajaran gantungan . Yang bawah berisi nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis. solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama alat musik basanova dalam grup Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini disesuaikan menjadi Arumba

    Arumba

    Arumba adalah istilah bagi seperangkat alat musik yang minimal terdiri atas: 

    • Satu unit angklung melodi, digantung sehingga bisa dimainkan oleh satu orang
    • Satu unit bass lodong, juga dijejer agar bisa dimainkan satu orang
    • Gambang bambu melodi
    • Gambang bambu pendamping
    • Gendang

    Teknik permainan 

    Memainkan sebuah angklung sangat mudah. Seseorang tinggal memegang rangkanya pada salah satu tangan (biasanya tangan kiri) sehingga angklung tergantung bebas, sementara tangan lainnya (biasanya tangan kanan) menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal ini, ada tiga teknik dasar menggoyang angklung:

    • Kurulung (getar), merupakan teknik paling umum dipakai, dimana tangan kanan memegang tabung dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama nada ingin dimainkan.
    • Centok (sentak), adalah teknik di mana tabung dasar ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga akan berbunyi sekali saja (staccato).
    • Tengkep, mirip seperti kurulung namun salah satu tabung ditahan tidak ikut bergetar. Pada melodi, teknik ini menyebabkan mengeluarkan nada murni (satu nada melodi saja, tidak dua seperti biasanya). Sementara itu pada angklung akompanimen mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3 nada), sebab bila tidak ditengkep yang dimainkan adalah akord dominan septim (4 nada).

    interaktif

    Angklung interaktif adalah kegiatan di mana seorang konduktor mengajak banyak orang, yang umumnya awam, untuk bermain angklung beramai-ramai. Kegiatan ini bisa dilakukan di tempat pariwisata atau acara ramah tamah. Pada para peserta akan dibagikan angklung yang sudah diberi nomor sesuai nadanya. Lalu, sang konduktor akan memimpin, biasanya dengan cara:

    1. Konduktor membuka satu layar besar bertuliskan lagu dalam not angka, lalu mengajak para peserta memainkan yang tepat dengan menunjuk nada pada layar.
    2. Konduktor mengajarkan isyarat tangan untuk nada-nada tertentu pada penonton, kemudian memimpin suatu lagu dengan memberikan isyarat yang tepat secara berurutan untuk diikuti para peserta. Isyarat tangan ini diadaptasi oleh Mang Udjo, berdasar isyarat yang dikembangkan oleh John Curwen.
    3. Sebelumnya, Pak Daeng Soetigna menggunakan isyarat gambar binatang untuk melatih anak-anak TK.

    Modernisasi 

    Secara esensial, angklung adalah alat musik bambu yang dimainkan dengan digetar. Hal tersebut tidak boleh diubah. Meski demikian, berbagai upaya kreatif untuk memodernisasi nya terus berlangsung, seperti:

    • Angklung elektrik karya Agus Suhardiman 
    • Angklung otomatis, Tugas akhir Kadek Kertayasa di STIKOM Surabaya 
    • Tra-digi, angklung robot yang dikontrol oleh ipod, ciptaan Hasim Ghozali.
    • Klungbot, robot angklung yang mula-mula dikreasi oleh Krisna Diastama dan Karismanto Rahmadika,kemudian dilanjutkan oleh Eko Mursito BudiTempat Bermain Slot Yang Asik : MAHKOTA69
  • Kendang alat music daerah yang cukup dikenali

    Kendang alat music daerah

     

     

     

    Kendang atau Gendang adalah alat bunyi-bunyian berupa kayu bulat panjang, di dalamnya ada rongga dan salah satu lubangnya atau kedua-duanya diberi kulit yang berasal dari Jawa Timur. Alat musik ini termasuk salah satu bagian dalam gamelan dan karawitan Jawa.

    Sejarah

    Kata Kendang (dari bahasa Jawa: ꦏꦼꦤ꧀ꦝꦁ, translit. Kêndhang)

    Kendang adalah jenis alat musik membranofon yang terbuat dari kulit. Keberadaannya sendiri dipercaya sudah ada sejak zaman logam prasejarah di Indonesia, alias zaman perunggu. tertua yang ditemukan diyakini berasal dari masa neolitikum. Bentuknya sangat sederhana: sepotong batang kayu berongga yang ujungnya ditutup kulit ikan atau reptil. Alat tersebut dimainkan dengan ditepuk.

    Kendang di Indonesia pada abad pertengahan awalnya baru dikenal di Pulau Jawa tepatnya Jawa Tengah, alat musik ini dikenal masyarakat Jawa Kuno sejak pertengahan abad ke-9 Masehi.dengan berbagai nama, seperti: padi, patah (padahal), morawa atau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, pandawa, kahala, damaru, kendhang. Sumber sastra tertua tentang gendang (padahi dan muraba) ditemukan dalam dua piagam Jawa Kuno masing-masing tahun 821 dan 850 M.yang dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi (Goris, 1930). Seperti yang tertulis pada Kakawin Nagarakretagama gubahan Empu Prapañca tahun 1365 Masehi (Pigeaud, 1960), istilah tersebut terus digunakan sampai dengan zaman Majapahit.

    Pada masyarakat Bali, sudah dikenal sejak zaman dulu, hal ini dibuktikan adanya prasasti Sukawana, berangka tahun 882 M, berbahasa Bali Kuno yang menyebutkan keberadaan dari instrumen kendang. Beberapa istilah karawitan yang ditulis pada lembar IIa baris kedua menyebutkan kata ‘prasangka’, ‘parpadaha’, ‘balian’ dan ‘pemukul’ (Rudolf Goris, 1954; Santosa, 2017)[ Sedangkan pada masyarakat Sunda, berkembang bersama dengan kesenian wayang golek. Pada waktu itu penggarap kesenian wayang golek dilaksanakan oleh para Walisongo.

    Penyebutan kendhang dengan berbagai nama menunjukkan adanya berbagai macam bentuk, ukuran serta bahan yang digunakan, antara lain: gendang berukuran kecil, yang pada arca dilukiskan sedang dipegang oleh dewi Saraswati, kendhang ini disebut “Damaru”. Bukti keberadaan dan keanekaragaman , dapat dilihat pada relief candi-candi sebagai berikut:

    • Candi Borobudur (awal abad ke-9 Masehi), dilukiskan bermacam-macam bentuk kendhang seperti bentuk: silindris langsing, bentuk tong asimetris, bentuk kerucut (Haryono, 1985; 1986).
    • Candi Prambanan di Prambanan (pertengahan abad ke-9 Masehi), pada pagar langkan candi, kendhang ditempatkan dibawah perut dengan menggunakan semacam tali.
    • Candi Tegowangi, candi masa klasik muda (periode Jawa Timur), sekitar abad 14), dijumpai relief seseorang membawa kendhang bentuk silindris dengan tali yang dikalungkan pada kedua bahu.
    • Candi Panataran, candi masa klasik muda (periode Jawa Timur), sekitar abad 14, relief kendhang digambarkan hanya menggunakan selaput satu sisi dan ditabuh dengan menggunakan pemukul berujung bulat. (Kunst, Jaap (1968: 35-36) menyebut instrumen musik ini “dogdog”, Ada hal yang menarik mengenai asal muasal kendhang ini, yaitu adanya kesamaan penyebutan dari sumber tertulis Jawa Kuno dengan sumber tertulis di India. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi kontak budaya antara keduanya, termasuk dalam bidang seni pertunjukan. Namun, dalam sejarah alat musik gendang, tidak dapat disimpulkan bahwa gendang Jawa mempunyai pengaruh dari India. karena jenis alat musik membranofon ini diperkirakan sudah ada sebelum adanya kontak budaya dengan India. Sebab, kendang yang bersifat membranofon diyakini telah ada sebelum terjadinya kontak dengan India. Misalnya, telah dikenal Moko dan Nekara sejak zaman perunggu sebagai genderang. Selanjutnya, terdapat jenis alat musik lain yang berkaitan dengan selaput kulit, seperti trebang dan bedug. Dalam kitab yang lebih muda, Kidung Malat, terdapat istilah bedug. Instrumen ini pun disebut dengan istilah tipakan dalam Kakawin Hariwangsa, Gatotkacasraya, dan Kidung Harsawijaya

    Jenis kendang

    Kendang yang besar disebut ageng, kendang yg ukurannya menengah disebut ciblon, sedangkan yang kecil disebut ketipung, pasangan ketipung bernama kendang kalih yang dimainkan pada tembang atau gending keling yang berkarakter halus seperti ketawang, gending ketuk kalih dan ladrang irama dadi. Berikut nama-nama gendang beserta asalnya

               Jawa Timur

    • Kendang sentul, gendang yang terbuat dari kayu mahoni dan 
    • tutupnya menggunakan kulit sapi.
    • Kendang janger, digunakan untuk mengiringi kesenian Janger.
    • Kendang ketipung, digunakan untuk iringan dangdut, dan lainnya.
    • Kendang kempul, digunakan dan dipakai pada kesenian gandrung Banyuwangi
    • Kendang jimbe, gendang yang digunakan pada musik reggae Jamaika.

              Jawa Tengah

    • Kendang ageng, digunakan untuk mengiringi musik karawitan atau kesenian yang dipadukan dengan harmonis. Selain itu, ageng juga dimainkan untuk mengisi musik dangdut.
    • Kendang ciblon, digunakan untuk mengiringi musik klenengan dan iringan tari, karena memiliki karakteristik suara yang lebih tinggi dibanding jenis lainnya.
    • Kendang penuntung, digunakan secara khusus untuk gending bonangan dan bedayan, penggunaannya sering dipadukan dan saling berjauhan dengan ageng.
    • Kendang kalih, digunakan untuk mengiringi berbagai macam kesenian utamanya yang karakternya halus. Seperti gendhing kethuk kalih, ketawang maupun ladang irama dadi. ini dimainkan sebagai opening lagu irama cepat seperti lancaran.
    • Kendang sabet, digunakan untuk mengiringi gending-gending sabet (gerakan perang) dalam wayang.

                 Jawa Barat

    • jaipongan, digunakan untuk mengiringi tarian jaipongan.
    • kliningan, digunakan untuk mengiringi tarian kliningan.
    • ketuk tilu, digunakan untuk mengiringi tarian ketuk tilu.

                Kepulauan Riau

    • Gendang panjang, alat musik tradisional dari Kepulauan Riau, digunakan bersama alat musik lain untuk mengiringi lagu daerah atau menyambut tamu dalam pesta pernikahan.

                  Sumatera Barat

    • Gendang tambur, dimainkan dengan cara disandang di salah satu bahu pemain dalam posisi berdiri dengan menggunakan dua pemukul tambua, semacam pemukul yang terbuat dari bahan kayu.
    • Gendang tasa, berbentuk setengah bola yang hanya memiliki satu sisi kulit.

             NTB

    • Gendang beleq, alat musik tradisional Lombok, digunakan bersama alat musik lain untuk mengiringi prajurit perang, acara kesenian, adat, perlombaan budaya dan hiburan masyarakat.

           NTT

    • Kendang ruteng puu

          Bali

    • lanang
    • wadon
    • mebarung

                Kalimantan

    • Kendang beriak, alat musik tradisional suku Dayak, yang dipakai dalam pertunjukan bernama sama, dan dimainkan oleh dua orang laki-laki yang memakai pakaian adat Dayak. Juga digunakan untuk menyambut tamu agung atau saat panen raya.

            Gorontalo

    • Gendang marwas, gendang tepuk yang dimainkan bersama rebana dan gambus dalam pertunjukkan marawis.

             Riau

    • Gendang gedombak, alat musik yang terbuat dari kayu, kulit hewan, dan rotan, digunakan untuk mengiringi teater Mak Yong yang populer di Riau.
    • Kendang silat, berbentuk kepala ganda, terbuat dari kayu, rotan, dan kulit binatang, digunakan untuk mengatur irama dalam mengiringi suatu lagu

         Melayu

    • Gendang nobat, alat musik tradisional khas Melayu.

    Bagian kendang

           bagian kendang terdiri dari:

    • Urung (badan yang terbuat dari kayu nangka atau jati),
    • Tebokan (kulit sapi yang dibentangkan pada kedua sisi urung),
    • Janget (tali dari rotan atau kulit untuk memancang kedua tebokan), dan
    • Suh ( pengait antar janget yang berfungsi untuk mengencangkan/mengendorkan tebokan)

     Pembuatan

    Kendang yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa atau cempedak. Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi). Pada tali kulit yang berbentuk “Y” atau tali rotan, yang dapat dikencangkan atau dikendorkan untuk mengubah nada dasar. Semakin kencang tarikan kulitnya, maka semakin tinggi pula suara yang dihasilkannya.

    Bahan

    Jenis kendang jika dilihat dari bahan terbagi menjadi dua yaitu: berbahan dasar kayu dan berbahan dasar tembaga. berbahan dasar kayu lebih populer di masyarakat daripada kendang berbahan dasar tembaga. Banyak tersedianya bahan serta proses pengerjaan yang mudah, menjadi alasan para pengrajin untuk membuat dari bahan dasar kayu, diantaranya kayu Nangka, Mahoni dan Glugu

    Bahan dasar kayu selama ini dianggap memiliki kualitas paling baik jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya. Kualitas baik ini menyangkut karakter bunyi yang dihasilkan serta keawetan bahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Adapun kayu yang paling baik untuk membuat adalah kayu nangka karena serat-seratnya lebih jelimet sehingga kendang tidak mudah pecah jika kena panas sinar matahari atau ketika dilaras dalam nada gamelan.

    Jenis kendang yang kedua adalah kendang yang terbuat dari tembaga. Pembuatan dan penggunaan berbahan dasar tembaga ini belum banyak dilakukan oleh para pengrajin gendang di Indonesia. Kendang tembaga hadir atas dasar kreativitas seniman karena kebutuhan rasa musikal sehingga tembaga termasuk hasil modifikasi atau perkembangan pada masa sekarang. Modifikasi ini tujuannya untuk mencari alternatif lain dalam rangka menghasilkan warna bunyi dan teknik yang baru. Keberadaan ini terdapat di segelintir para seniman saja seperti halnya yang berada di grup musik Pataruman Bandung pimpinan Ubun Kubarsah. berbahan dasar tembaga ini dinamakan taga dengan bentuk menyerupai kendang kulanter. Meskipun berbahan dasar tembaga, tetapi wangkis (bidangnya) tetap menggunakan bahan kulit hewan kerbau atau sapi.

    Ukuran

    Kendang berdasarkan ukuran yakni kategori kendang berdasarkan besar kecilnya. Secara umum, kendang berdasarkan besar kecilnya terdiri dari dua yaitu gendang besar (Ageng; Jw, Indung; Sd) dan kendang anak atau kecil (ketipung; Jw, kulantér; kutiplak; Sd )

    Fungsi

    Fungsi kendang digunakan sebagai iringan tarian tradisional, adat, wayang, menyambut tamu, lomba budaya, hiburan masyarakat, prajurit perang, dan lain sebagainya.